Jenis naskah*: Cerpen
Nama Asli*: bondan ade ramadhan
Nama Samaran: bondan
Email*:
ramahideki@gmail.com
Nomor Kontak Hp/ Telp.*: 089613251427
Silakan tulis naskah Anda di sini*: Kuhabiskan bulan-bulan musim gugur
bersama keluargaku di pondok musim panas kami, di sebuah gunung sekitar
empat belas mil dari Tuscumbia. Tempat itu disebut Fern Quarry, karena di
dekatnya terdapat tambang batu kapur yang sudah lama tak terurus. Tiga
sungai kecil melintasinya dengan mata air yang bersumber dari bebatuan di
atasnya, meloncat ke sana kemari dalam riam tawa tiap kali bebatuan mencoba
menghalangi jalan mereka. Bagian ujungnya dipenuhi pakis yang menutupi
seluruh alas batu kapur dan di tempat-tempat yang menyembunyikan aliran.
Bagian lainnya penuh dengan pohon-pohon berkayu tebal. Disini terdapat pohon
ek besar dan pohon-pohon berdaun hijau yang elok dengan batang pohon
menyerupai tiang-tiang berlumut yang cabang-cabangnya terkalungi tanaman
menjalar, dan pohon-pohon kesemek, yang aromanya bisa tercium dari tiap
sudut hutan. Bau harum yang bisa membuat hati menjadi tenang. Di tempat itu,
tanaman-tanaman liar tumbuh merambat dan menggantung dari satu pohon ke
pohon lain, membentuk tempat teduh yang selalu dipenuhi kupu-kupu dan
serangga sangat menyenangkan menenangkan pikiran di lembah yang hijau itu
kala senja, dan mencium aroma yang segar dan wangi yang datang dari bumi
saat menutup hari.
Pondok kami berdiri cantik di antara pohon ek dan cemara. Ruangan-ruangan
kecil tertata di setiap sisi ruang panjang terbuka. Di sekeliling rumah
terdapat serambi yang luas, di mana angin gunung berhembus leluasa, dengan
aroma wewangian kayu. Kami lebih sering tinggal di serambi itu. Di tempat
itu kami bekerja, makan, dan bermain. Di belakang rumah terdapat pohon
butternut besar. Di sekelilingnya sudah dibangun tangga, dan di depannya
pepohonan berdiri begitu dekat, hingga aku bisa menyentuhnya dan merasakan
angin menerpa cabang pohon itu, atau daun-daunnya yang berjatuhan saat musim
gugur.
Banyak pengunjung yang berdatangan ke Fern Quarry. Pada malam hari, di dekat
api unggun, para lelaki bermain kartu dan menghabiskan waktu dengan
berbincang dan menggerakkan badan. Kadang mereka bercerita bagaimana mereka
bisa menaklukkan hewan unggas, ikan dan binatang berkaki empat: seberapa
banyak bebek dan kalkun yang sudah mereka tembak, berbagai jenis ikan buas
yang bisa mereka tangkap, dan bagaimana mereka membunuh rubah ganas, dan
menjebak possum tercerdik dan mengejar rusa yang kabur. Sampai-sampai aku
berpikir bahwa pastilah singa, macan, beruang, dan hewan liar lainnya akan
dibuat terkapar tak berdaya oleh para pemburu lihai ini.
"Besok kita berburu!" itulah salam perpisahan saat lingkaran teman yang
bersukacita itu pecah untuk istirahat. Para lelaki tidur di ruang luar, dan
aku dapat merasakan nafas anjing-anjing dan para pemburu saat mereka
terbaring di atas alas seadanya.
Menjelang fajar, aku terbangun oleh aroma kopi, desingan senapan, dan
langkah berat para lelaki yang menjanjikan keberuntungan besar di musim
berburu itu. Aku juga merasakan derap kaki kuda, yang sudah menempuh
perjalanan dari kota dan diikat di bawah pohon. Sepanjang malam kuda-kuda
itu berdiri dan meringkik, yang sepertinya ingin melepaskan diri dari tali
kekangnya. Akhirnya para lelaki pun siap, dan sambil menyanyikan lagu-lagu
lama, mereka menuju ke kuda-kuda mereka dengan gemerincing kekang dan
lecutan cemeti dan anjing-anjing berlarian. Lalu berangkatlah para pemburu
itu "dengan teriakan dan sorak-sorai dan suara liar: halloo!"
Berikutnya, kami menyiapkan bumbu membuat barbecue. Api menyala dari lubang
yang dibuat masuk ke tanah, tiga batang kayu kami silangkan di atasnya, dan
daging kami gantung pada kayu tersebut. Di sekitar perapian duduk orang
kulit hitam sambil mengusir lalat dengan batang kayu yang panjang. Aroma
daging yang terpanggang itu membuatku sangat lapar.
Saat kesibukan dan kemeriahan persiapan mencapai puncaknya, rombongan
pemburu datang dua-dua atau tiga-tiga. Mereka kepanasan dan kelelahan.
Kuda-kuda diselimuti busa. Anjing pemburu kelelahan dan terengah-engah—dan
tak satu pun yang terbunuh. Setiap orang mengatakan bahwa ia sudah melihat
setidaknya satu rusa, dan hewan itu berada sangat dekat dengannya. Namun
betapapun bersemangatnya anjing-anjing itu mengejar buruannya, betapapun
baiknya senapan diarahkan, pada saat picu ditarik, tak ada rusa yang
terlihat. Cerita mereka mirip anak kecil yang mengatakan melihat kelinci
dekat sekali—anak kecil itu melihat jejaknya. Namun, pesta yang kami
adakan malam itu telah menghilangkan segala lelah dan kecewa. Kami
duduk-duduk bukan untuk meyantap daging rusa tetapi daging sapi dan babi
panggang.
Visitor IP: 111.68.26.218
Follow @emfteam on Twitter:
https://twitter.com/intent/follow?original_referer=https%3A%2F%2Fabout.twitter.com%2Fresources%2Fbuttons®ion=follow_link&screen_name=emfteam&tw_p=followbutton&variant=2.0
| Facebook:
https://www.facebook.com/emailmeform
Powered by EmailMeForm
http://www.emailmeform.com/